Asal Usul Desa Gawanan: Antara Sejarah dan Fiksi
Masa Keemasan dan Kemunduran Mataram
Riset dan Penulis: Wahyu Liz "Kuprit" adaideaja
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kerajaan Mataram mencapai masa kejayannya. Sayangnya, masa keemasan ini tidak berlangsung lama. Setelah beliau mangkat, pamor kerajaan berangsur surut.
![]() |
Pemerintahan Amangkurat I dan Pemberontakan Trunojoyo
Susuhunan Amangkurat I, putra Sultan Agung, dikenal pro terhadap VOC. Kebijakan ini menimbulkan konflik internal keraton dan pemberontakan di berbagai daerah. Puncaknya terjadi tahun 1677, saat Trunojoyo, bangsawan Madura, menyerang Keraton Mataram di Plered.
Trunojoyo dibantu oleh Karaeng Galesong dari Gowa. Serangan ini membuat Amangkurat I menyingkir ke Banyumas bersama putranya, Raden Mas Rahmat (kelak bergelar Amangkurat II).
Pangeran Puger dan Keraton Purwakanda
Pangeran Puger, putra Amangkurat I lainnya, menolak ikut ayahnya menyingkir. Ia bertahan di Plered, namun akhirnya mundur ke Desa Kajenar (Purwodadi) dan mendirikan Keraton Purwakanda, bergelar Sunan Ngaloga.
Trunojoyo yang berhasil menaklukkan Plered tidak menetap di sana, melainkan menjarah dan kembali ke Kediri.
Dualisme Kepemimpinan Mataram
Setelah Trunojoyo meninggalkan Plered, Pangeran Puger kembali dan mengangkat diri menjadi Raja Mataram. Sementara itu, Amangkurat II juga mengklaim sebagai raja. Ketika Plered sudah dikuasai Puger, Amangkurat II mendirikan keraton baru di Wanakerta, yang kemudian dikenal sebagai Keraton Kartasura (1680).
Pada 1681, Pangeran Puger dikalahkan dan mengakui kekuasaan Amangkurat II.
Dampak Peperangan terhadap Rakyat
Peperangan menyebabkan penderitaan luar biasa bagi rakyat, terutama di wilayah Gunung Kidul. Kekeringan melanda, tanaman dan ternak mati, sementara pemuda ditarik untuk berperang.
Pemberontakan Wanakusuma
Pada 1683, terjadi pemberontakan Ki Ageng Wanakusuma di Gunung Kidul. Meskipun gagal, rakyat semakin menderita akibat konflik berkepanjangan.
![]() |
situs peninggalan Keraton Purwakanda di Purwodadi |
Kisah Parto Glompong: Pemuda Pelopor Migrasi
Parto Glompong, pemuda dari Nglipar, Gunung Kidul, prihatin melihat penderitaan rakyat. Ia memutuskan mencari sumber air bersih. Bersama dua temannya, ia mengangkut gentong menuju Klaten.
Usaha Mencari Air dan Pertemuan di Jatinom
Di Klaten, mereka ditolak VOC. Mereka melanjutkan ke Jatinom, bertemu dengan cucu Ki Ageng Gribig, dan mendapat 1 gentong air serta saran untuk mencari ke Pajang Utara.
Penemuan Kali Pepe dan Rencana Pemukiman Baru
Di Pajang Utara, Parto menemukan Kali Pepe, anak sungai Bengawan Solo. Ia menginap beberapa hari dan merencanakan pemukiman baru di tepian Kali tersebut.
Parto mengumpulkan warga Gunung Kidul untuk melakukan migrasi bertahap. Untuk menyamarkan tujuan, mereka membawa "gawan biasa" (barang biasa). Dari sinilah muncul istilah Gawanan.
![]() |
kali pepe masa kini |
Awal Mula Desa Gawanan
Migrasi ini sukses. Warga membuka lahan, berdagang, dan hidup damai. Kali Pepe menjadi jalur logistik penting.
Pada masa Pakubuwono II, wilayah ini berkembang dan ditempatkan Tumenggung Malangjiwo sebagai pemimpin. Kelak, daerah ini menjadi Desa Gawanan, bagian dari Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.
Catatan Penutup
Kisah ini ditulis dengan pendekatan fiksi sejarah. Tokoh seperti Parto Glompong adalah fiktif, namun peristiwa dan latar sejarah diambil dari Babad Mataram dan sumber sejarah lainnya.
sumber: